Search This Blog

Tuesday, March 22, 2011

Sentra lele balemandal


PENDAHULUAN

Sebelum menjalankan usaha bidang perikanan, sebaiknya mempelajari semua hal untung dan rugi. Yang harus diperhatikan adalah situasi dan kondisi di tempat rencana usaha yang akan di jalankan, diantaranya; lokasi, transportasi, kolam, sumber air; dan ketersediaan pakan

Deskripsi umum usaha perikanan tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut:
usaha nila mungkin kurang berhasil jika suhu air di kolam anda di bawah 20 derajat celcius ikan anda akan tumbuh namun sangat lambat dan tentu ini akan merugikan dari segi produksi. Suhu yang dingin tentu tidak cocok untuk nila. Air juga merupakan sarana yang penting dalam pemeliharaan ikan nila. Apakah sumber air dekat sungai? Dan apakah sungainya bersih dan airnya tersedia meski pada musim kemarau? Jika itu tersedia cukup, jalankan usaha nila anda”.

Dengan berkembangnya teknis budidaya ikan yang berbasis kepada pengkondisian habitat ikan dengan teknologi dan rekayasa lingkungan, deskripsi tersebut di atas bukan menjadi permasalahan yang akan menghambat jalannya produksi jika diterapkan sistem budidaya yang intensif. Hal ini sangat mungkin dilakukan untuk jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan kurang menguntungkan untuk jenis ikan yang tidak ekonomis dilihat dari harga dan segmentasi konsumen karena  sistem ini memerlukan biaya yang amat tinggi.

Secara umum, teknis budidaya ikan (mas, nila, gurame, lele dan lain-lain) sangat prospektif untuk dikembangkan dengan sistem budidaya semi intensif. Untuk menjalakan usaha budidaya semi intensif ini yang harus diperhatikan adalah:
*      Mengenal jenis ikan yang akan dibudidaya
*      Menjalankan seluruh segmentasi usaha (pembenihan, pendederan, pembesaran, dan pemasaran.
*      Dapat memformulasi pakan/pelet sendiri, dan
*      Dikembangkan dalam kelembagaan (kelompok) yang membentuk satu hamparan usaha budidaya ikan (sentra produksi).

Pada umumnya, kelompok usaha ikan  merupakan bagian dari Kelompok Tani yang kelembagaannya telah diatur dalam Peraturan Mentri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007. Poktan WARGI SALUYU merupakan anggota dari GAPOKTAN SUGIH MUKTI yang dibentuk berdasakan Keputusan Lurah Cigantang Nomor: 800/4/Kel.2007 yang berdomisili di Kelurahan Cigantang RT/RW 03/06. Secara Kelembagaan  Poktan WARGI SALUYU memiliki susunan pengurus sebagai berikut:
Struktur Kelembagaan Poktan WARGI SALUYU

Wilayah binaan Kelompok Tani (Poktan) WARGI SALUYU  merupakan wilayah yang didominasi lahan pertanian dengan luas 80 hektar lahan basah dan 10 hektar lahan kering (9 bukit kecil). Adanya bukit-bukit kecil tesebut sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha penggemukan ternak dan tanaman keras.

Wilayah  Poktan WARGI SALUYU
Willayah binaan Kelompok Tani WARGI SALUYU Kel. Cigantang


 

Selama ini kegiatan kelompok tani lebih terfokus kepada pertanian tanaman pangan (padi) dengan pengelolaan sawah secara konvensional. Pemeliharaan ikan hanya dilakukan oleh sebagian kecil anggota. Pola usaha kelompok yang dijalankan berdasarkan kesepakatan anggota (AD/ART kelompok) dalam mengelola semua aset bersama. Khusus untuk usaha budidaya ikan yang mengelola kolam dengna luas total lebih kurang 1.200 m2, dikelola dengan teknis budidaya kolektif intensifikasi dimana setiap anggota dibebani dengan tugas dan fungsi dari aspek budidaya yang bebankannya. Sehingga seluruh anggota kelompok memiliki tanggung jawab terhadap hasil akhir yang akan didapatkan secara bersama-sama.

TINJAUAN UMUM USAHA BUDIDAYA IKAN

Proses Produksi
Ikan lele mempunyai sifat aktif pada malam hari (noctural). Hal ini berarti bahwa ikan lele akan lebih aktif jika diberi makan pada malam hari. Pemberian pakan yang tepat, baik frekuensi ataupun jumlahnya akan lebih mengefisienkan biaya yang diperlukan. Dengan memahami sifat biologi ikan tersebut, maka pada akhirnya hanya budidaya yang paling efisien yang akan bertahan dalam persaingan.
Ikan lele termasuk dalam golongan ikan karnivora atau pemakan daging. Jenis, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan tergantung ukuran dan lele yang dipelihara. Ada dua jenis pakan ikan lele, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Disamping itu dapat pula diberikan pakan alternatif. Pakan alami ikan lele adalah jasad-jasad renik, kutu air, cacing, jentik-jentik serangga dan sebagainya. Pakan alternatif yang biasa diberikan adalah ikan rucah atau ikan-ikan hasil tangkapan dari laut yang sudah tidak layak dikomsumsi oleh manusia, limbah peternakan ayam, daging bekicot/keong mas dan sisa-sisa dapur rumah tangga.
Hal yang perlu dicermati dalam pemberian pakan alternatif ini adalah bahwa pakan tersebut merupakan reservoir parasit/mikro organisme, sehingga pemanfaatan makanan tersebut akan melengkapi siklus hidup beberapa parasit ikan. Oleh karena itu pemberian pakan alternatif, terutama yang sudah jelek kualitasnya/busuk sejauh mungkin dihindari. Higienisnya pakan, cara pemberian dan penyimpanannya perlu diperhatikan benar agar transmisi parasit dan penyakit tidak terjadi pada hewan budidaya. Dengan melihat kejelekan yang ada pada pakan alternatif/tambahan, maka seyogyanya ikan lele diberikan pakan buatan yang memenuhi persyaratan, baik nutrisinya maupun jumlahnya. Walaupun banyak nilai kebaikan dari pakan buatan, harus diperhatikan pula dari segi finansialnya, karena sekitar 60 - 65 persen biaya produksi adalah biaya untuk pembiayaan pakan.
Kepadatan atau kerapatan ikan yang dibudidayakan harus disesuaikan dengan standar atau tingkatan budidaya. Peningkatan kepadatan akan menyebabkan daya dukung kehidupan ikan per individu menurun. Kepadatan yang terlalu tinggi (overstocking) akan meningkatkan kompetisi pakan, ikan mudah stres dan akhirnya akan menurunkan kecepatan pertumbuhan. Kepadatan ikan yang dibudidayakan secara semi intensif berkisar 1-5 kg/m2, sedangkan untuk kegiatan budidaya intensif dapat mencapai 20 kg/m2 atau setara dengan 160 - 200 ekor/m2 apabila berat ikan yang dipelihara berkisar 100 -125 gram/ekor.
Pemisahan ukuran (grading) dimaksudkan untuk menghindari perebutan atau wilayah hidup (menghindari/mengurangi persaingan). Dengan pemisahan ini, maka ikan yang ukurannya kecil tidak akan kalah bersaing dan dapat melanjutkan kehidupan/pertumbuhannya secara normal. Lebih-lebih untuk ikan yang bersifat kanibal, seperti lele, apabila tidak dilakukan pemisahan maka ikan yang berukuran kecil akan menjadi mangsa dari ikan yang berukuran besar. Besarnya kematian disini bukan karena penyakit atau hama, tapi akibat dari aktivitas pemangsaan. Selain itu pemisahan ukuran juga akan menghindari meluasnya jangkitan penyakit, karena seiring dengan pertumbuhan maka peluang untuk terinfeksi juga semakin meningkat.
Secara umum usaha budidaya pembesaran ikan lele dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1) usaha pembesaran saja; dan 2) usaha pembenihan dan pembesaran dalam satu unit usaha. Ada kebaikan atau kelebihan dari usaha pembesaran dan pembenihan dalam satu unit usaha. Diantara kelebihan tersebut adalah dapat diketahui benar-benar kualitas benih yang akan dibudidayakan, termasuk asal usul dari induknya. Selain itu dengan lingkungan yang sama, maka benih tidak mengalami stres. Benih yang diambil dari tempat lain yang berbeda, apalagi jauh jaraknya serta penanganan yang tidak benar akan mempengaruhi kondisi benih.
Pembesaran merupakan tahap akhir dalam usaha budidaya ikan lele. Benih yang akan dibesarkan dapat berasal dari pendederan I ataupun pendederan II. Kalau benih yang berasal dari pendederan II, berarti ukuran benih sudah cukup besar, sehingga waktu yang dibutuhkan sampai panen tidak terlalu lama. Usaha semacam ini mengandung risiko yang lebih kecil, karena tingkat mortalitasnya rendah. Hasil panen yang seragam atau serempak pertumbuhannya dengan ukuran super adalah salah satu target yang harus dicapai.

Ada 3 (tiga) faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha pembesaran, yaitu: kualitas benih, kualitas pakan yang diberikan dan kualitas airnya itu sendiri.



a.     Kualitas benih.  Benih yang baik berasal dari induk yang baik pula, karena itu sebaiknya benih dibeli dari tempat pembenihan yang dapat dipercaya atau yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah, seperti BBI. Benih baik bisa berasal dari hasil rekayasa genetika seperti lele sangkuriang, proses seleksi, proses persilangan dan sebagainya. Ciri-ciri benih yang berkualitas yaitu tubuhnya tidak cacat/luka, posisinya tidak menggantung (posisi mulut di atas), aktif bergerak dan pertumbuhannya seragam. Benih yang ditebar pembudidaya di Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya umumnya berasal dari Sukabumi dan lokal. Ada juga yang mencoba benih dari Thailand.
b.     Kualitas pakan. Pakan yang diberikan harus tepat dan dalam jumlah yang mencukupi. Yang dimaksud tepat dalam hal ini adalah tepat ukuran, nilai nutrisi, keseragaman ukuran dan kualitas. Pada umumnya pakan yang digunakan berasal dari produksi pabrik. Pakan yang diberikan berupa pelet, dengan dosis 3-5 persen dari bobot tubuhnya perhari. Pemberian pakan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Pakan diberikan dengan cara ditebarkan secara merata dengan harapan setiap individu akan mendapatkannya. Selain pelet, sebagai makanan tambahan diberikan limbah burung puyuh yang terlebih dahulu dicabuti bulu-bulunya. Pemberian makanan tambahan ini memang bisa menghemat biaya, tapi sebagai konsekuensinya adalah dapat membawa bibit penyakit.
c.     Kualitas air. Air yang digunakan untuk usaha pembesaran harus memenuhi syarat, dalam arti kandungan kimia dan fisika harus layak. Bebas dari pencemaran dan tersedia sepanjang waktu. Sumber air yang digunakan oleh pembudidaya setempat berasal dari sungai dan sumur. Sistem pembagian air secara pararel, artinya masing-masing kolam tidak saling berhubungan. Dengan sistem ini, maka kemungkinan untuk tertulari penyakit antara satu kolam dengan lainnya dapat terhindari.

Kolam pembesaran terbuat dari tembok dengan bentuk persegi panjang       (4 x 5 m) atau dengan ukuran yang lebih besar, walupun demikian masih ada yang menggunakan kolam tanah. Kolam pembesaran harus disucihamakan dulu. Cara yang paling mudah adalah dengan mengeringkan dan melakukan pengapuran.
Benih yang ditebar sebaiknya dalam satu ukuran (seragam) mengingat ikan lele ini mempunyai sifat kanibal. Benih ditebar pagi atau sore hari saat suhunya masih rendah. Hal ini untuk menghindari stres. Padat penebaran yang digunakan adalah kurang lebih 200 ekor/m3 air. Padat penebaran sebanyak ini sudah termasuk dalam kategori sistem budidaya yang intensif.
Sebagai tahap terakhir adalah pemanenan hasil. Mengingat kolam yang digunakan adalah kolam tembok maka cara pemanenannya menjadi mudah. Tinggal membuka saluran pembuangan air, sehingga airnya menjadi berkurang. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyerokan, pemanenan dilakukan dua kali, yang pertama adalah yang berukuran besar yaitu ketika ikan lele berumur 2,5 bulan. Sisanya yang masih belum layak ditinggal pada kolam tersebut dan baru dipanen setelah berumur 3 bulan. Hasil pemanenan yang diperoleh sekitar 80 persen dari padat penebaran 200 ekor/m3 air.




Deskripsi Pembiayaan Pembesaran Lele
Asumsi Teknis
Dalam Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele yang harus diperhatikan dan usaha budidaya lele adalah sebagai berikut:
No.
Uraian
Nilai
Satuan
1.
Umur ekonomis proyek
3
tahun
2.
Luas lahan
1.000
m2
3.
Jumlah kolam tembok
10
unit
4.
Ukuran kolam
10 x 5 x 1
m (p x l x t)
5.
Volume kolam kosong (1 kolam)
50
m3
6.
Volume kolam kosong (10 kolam)
500
m3
7.
Kedalaman air pada kolam
0,7
m
8.
Volume kolam isi air (1 kolam)
35
m3
9.
Volume kolam isi air (10 kolam)
350
m3
10.
Ukuran benih ikan lele disebar
8-12
cm
11.
Kepadatan tebar
200
ekor/m3 air
12.
Jumlah benih ikan lele disebar
70.000
ekor
13.
Tingkat mortalitas
5
persen
14.
Umur lele dipanen
2,5
bulan
15.
Jeda waktu antar siklus
0,5
bulan
16.
Lama periode satu siklus
3
bulan
17.
Frekuensi panen ikan lele
4
kali dalam setahun
18.
Ukuran ikan lele yang dipanen
10
ekor/kg
19.
Harga jual ikan lele (rata-rata)
8.500
rupiah/kg
20.
Tingkat suku bunga
21
persen
21.
Gaji pengelola per bulan
750.000
rupiah/bulan
22.
Jumlah pekerja
1
orang
23.
Biaya tenaga kerja per bulan
600.000
rupiah/bulan
24.
Harga sewa lahan
750
rupiah/m2/tahun
25.
Biaya pembuatan pagar keliling (batako)
90.000
rupiah/m lari
26.
Biaya pembuatan pondok jaga/ gudang
250.000
rupiah/m2
27.
Harga rata-rata pakan ikan lele
4.250
rupiah/kg
28.
Konversi pakan:berat lele yang dihasilkan
1:1
kg:kg
29.
Biaya pupuk, kapur dan obat-obatan
5
persen dari biaya benih ikan lele




Biaya Investasi
Untuk Budidaya Pembesaran Ikan Lele di lahan 1.000 m² diperlukan dana investasi sebagai berikut:
No.
Komponen Biaya Investasi
Vol.
Satuan
Harga/ Unit (Rp)
Nilai (Rp.)
Umur (tahun)
Depresiasi per Tahun (Rp.)


A.
Biaya Prasarana







1.
Sewa lahan (3 tahun)
1.000
m2
2.250
2.250.000
3
750.000

2.
Kolam tembok
10
unit
2.250.000
22.500.000
3
7.500.000

3.
Gudang/pondok jaga
15
m2
250.000
3.750.000
3
1.250.000

4.
Pagar batako
130
m lari
90.000
11.700.000
3
3.900.000

5.
Jaringan pipa
1
ls
1.200.000
1.200.000
3
400.000

6.
Pasang listrik
1
ls
750.000
750.000
3
250.000

7.
Perijinan
1
ls
300.000
300.000
3
100.000


Total Biaya Prasarana
42.450.000

14.150.000

B.
Biaya Peralatan







1.
Pompa  air
1
unit
300.000
300.000
3
100.000

2.
Saring Ikan
3
buah
20.000
60.000
3
20.000

3.
Jala
3
buah
150.000
450.000
3
150.000

4.
Drum
6
buah
100.000
600.000
3
200.000

5.
Ember besar
4
buah
60.000
240.000
3
80.000

6.
Timbangan
1
unit
300.000
300.000
3
100.000


Total Biaya alat
1.950.000

650.000

C.
Total Biaya Investasi
44.400.000

14.800.000


Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa untuk asumsi luas lahan 1.000 m² (terdapat 10 kolam dengan ukuran masing-masing kolam adalah 50 m²) jumlah biaya investasinya adalah sebesar Rp 44.400.000,-.

Biaya Operasional
Biaya operasional untuk budidaya pembesaran ikan lele meliputi biaya tenaga kerja (gaji pengelola dan upah pekerja), benih ikan lele, bahan-bahan (pakan, pupuk, kapur, obat-obatan), biaya listrik serta biaya pemeliharaan. Rincian biaya operasional budidaya pembesaran ikan lele per tahun selengkapnya dapat dideskripsikan sebagai berikut:
No.
Komponen Biaya Operasional
Volume
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Biaya 1 Siklus (Rp)
Biaya 1 Tahun (Rp.)


A.
Biaya Tenaga Kerja






1.
Gaji Pengelola
3
orang bulan
750.000
2.250.000
9.000.000

2.
Upah pekerja
3
orang bulan
600.000
1.800.000
7.200.000


Total Biaya Tenaga Kerja



4.050.000
16.200.000

B.
Biaya Bahan






1.
Benih
70.000
ekor/siklus
125
8.750.000
35.000.000

2.
Pakan/pellet
6.650
kg/siklus
4.250
28.262.500
113.050.000

3.
Pupuk, kapur, obat-obatan
5%
dari biaya benih/siklus

437.500
1.750.000


Total Biaya Bahan



37.450.000
149.800.000

C.
Biaya listrik
3
bulan
150.000
450.000
1.800.000

D.
Biaya Pemeliharaan
1
siklus
150.000
150.000
600.000

Total Biaya Operasional
42.100.000
168.400.000



Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan dana untuk budidaya pembesaran ikan lele dapat dirinci atas dasar biaya investasi dan biaya operasional. Pembudidaya biasanya membutuhkan kredit di awal usaha, yaitu untuk biaya investasi dan biaya operasional. Besarnya dana untuk investasi dan modal kerja pembukaan usaha budidaya pembesaran ikan lele ini adalah sebesar Rp 86.500.000,- (biaya investasi sebesar Rp 44.400.000,- dan modal kerja sebesar biaya operasional selama 1 (satu) siklus yaitu sebesar Rp 42.100.000,-).  Untuk menjamin keberlanjutan usaha, dibutuhkan dana penguatan kelembagaan untuk pelatihan teknis dan kewirausahaan sebesar Rp 8.600.000,- untuk tahun pertama produksi berjalan.

Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Usaha budidaya pembesaran ikan lele langsung mulai dapat menghasilkan pada tahun pertama, tepatnya yaitu pada tahun pertama bulan ke-3. Dengan menggunakan asumsi tingkat mortalitas sebesar 10%, maka dalam satu siklus budidaya atau 3 bulan (dengan rincian 2,5 bulan untuk periode pembesaran dan 0,5 bulan sebagai waktu jeda antar siklus), maka akan diperoleh hasil produksi sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Perhitungan Jumlah Produksi dan Pendapatan
Keterangan
1 Siklus (3 Bulan)
1 Tahun
Jumlah produksi (ekor)
70.000 ekor x 95%
= 66.500 ekor
66.500 ekor x 4
= 266.000 ekor
Jumlah produksi (kg)*
66.500 ekor : 10
= 6.650 kg
 6.650 kg x 4 
= 26.600 kg
Jumlah pendapatan (Rp)
6.650 kg x Rp 8.500,-
= Rp 56.525.000,-
26.600 kg x Rp 8.500,-
= Rp
226.100.000,-
Keterangan: * Diasumsikan 1 kg rata-rata terdiri atas 10 ekor

penutup
Sebuah prediksi bersifat subjektif, begitu juga dengan perkiraan pendapatan dari sebuah usaha adalah perkiraan kasar. Nilai dari semua itu bisa lebih rendah atau lebih tinggi tergantung dari pengelolaan dan keuletan pengusaha.
Sebuah pola usaha yang berhubungan dengan pgelolaan makhluk hidup akan berhubungan langsung dengan faktor kekuatan alam yang tidak mudah diprediksi. Oleh karena itu,  sistem pengelolaan yang lestari dengan keuletan dan harapan yang dilandasi atas kekuatan alam akan memberikan nilai tersendiri dari usaha pengelolaan alam tersebut.